SPPT atau biasa disebut Surat Perintah Membayar Tanah/Bangunan ini sering disebut dengan 'pensiun' sejak zaman Belanda, ketika kata sewa tanah berasal dari bahasa Belanda yang berarti pajak yang dibayarkan oleh penduduk setempat. Proses pembayaran SPPT selama ini kurang optimal setiap tahunnya.
Sebab, sebagian besar tanah belum terdaftar sebagai akta tanah, atau warga belum mempunyai kepemilikan sah atas tanah yang dikelolanya. SPPT diterbitkan oleh Badan Pendapatan Daerah Kabupaten/Kota dan disalurkan ke desa dan kelurahan masing-masing. Masing-masing terdiri dari beberapa hal: Daftar Set Penilaian dan Pembayaran atau disingkat DHKP. Perintah pembayaran yang terdiri dari dua bagian dengan bagian yang sobek.
Satu untuk pengelola barang/bangunan dan satu lagi sebagai bukti pembayaran kepada pemerintah desa/kecamatan atas seluruh jumlah yang dimasukkan dan diterima dalam proses pembayaran SPPT ini. Tanda Terima Harian Pajak Bumi dan Bangunan memuat empat bagian: Lembar 1 Untuk Desa/Kelurahan Lembar 2 Untuk Bapenda Lembar 3 Untuk Kecamatan Lembar 4 Untuk Bank.
Disingkat Surat Tanda Terima Setoran atau STTS, terdiri dari tiga bagian. Dikurangkan berdasarkan tanda sebagai berikut:
- Desa/Kerurahan Lembar ke-1 Bapenda Lembar ke-2 Bank Lembar ke-3. Ini adalah bagian yang diambil alih oleh pemerintah daerah dalam memungut pajak konstruksi.
- Rencana Pembagian Pajak Setiap tahunnya, pajak akan disalurkan kepada pemerintah daerah wakil daerah melalui mekanisme sebagai berikut: Mulai bulan April, pajak akan disalurkan kepada pemerintah daerah wakil daerah.
- Pada bulan Mei dilakukan pendistribusian ke desa atau kelurahan setempat, dimana desa mengumpulkan data DHKP yang ada dan mengatur secara lengkap SPPT bagi warganya masing-masing. Hal ini menjadi tanggung jawab masing-masing kepala desa. Pasalnya, walikota setempatlah yang mengetahui secara pasti properti dan bangunan apa saja yang ada di wilayahnya masing-masing.
- Pajak dipungut dari penduduk dari bulan Juni sampai September.
Diketahui, besaran pajak masing-masing desa berbeda-beda tergantung luas tanah dan bangunan yang terdaftar di Bapenda sebagai aset yang dikelola oleh warga wilayah desa/kelurahan tersebut. Perlu diketahui bahwa SPPT ini merupakan tanggung jawab daerah, sehingga bisa berupa tanah yang berada di wilayah tertentu, tanah milik warga desa atau kecamatan tetangga, atau bahkan tanah yang terletak di kabupaten lain.
Selain itu, pajak yang dipungut oleh kepala desa masing-masing disimpan di perangkat desa pada bagian "Keuangan Desa" untuk dicatat lebih lanjut berdasarkan jumlah yang diterima beserta pajak yang dipungut dari masing-masing desa. Selain itu, dana yang terkumpul disimpan di bank lokal bersama dengan ``STTS,'' sebuah buku besar yang mencatat pajak harian dan pendapatan real estat sesuai dengan jumlah yang dikumpulkan.
Meski pembayaran pajak daerah sudah selesai pada akhir bulan September, namun beberapa kepala desa dan camat terkadang mengeluh keras karena SPPT tidak dibayarkan oleh warga, terutama di wilayah yang cakupannya sangat luas. Jumlah tersebut hampir sepertiga dari penambahan jumlah SPPT dalam DHKP di setiap desa.
Oleh karena itu, diperlukan kerjasama seluruh perangkat desa/kelurahan dalam memproses pembayaran pajak bumi dan bangunan yang ada. Selain itu, kita perlu mengedukasi masyarakat akan pentingnya SPPT ini dalam pengelolaan tanah dan bangunannya, serta menyadarkan masyarakat untuk mencari sendiri dan menghubungi langsung kantor desa untuk melaporkan pajaknya.
Mengapa September? Sebab, selain desa yang pembayaran pajaknya dinilai oleh pemerintah kecamatan, pemerintah kecamatan juga selalu diawasi oleh pemerintah kabupaten dalam hal pengawasan pajak dari pajak bumi dan bangunan tersebut. Pendapatan Asli Daerah Kabupaten/Kota atau PAD. Ini dapat dikelola kembali dan digunakan untuk pembangunan kabupaten dan kota.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar